Identifikasi Marine Hazard (bagian-I)
Longsor Bawah Laut
Hazard dan Risk
Hazard (Potensi Bahaya) merupakan sifat-sifat intrinsik dari suatu zat, peralatan atau proses kerja yang dapat menyebabkan kerusakan atau membahayakan sekitarnya. Potensi Bahaya tersebut akan tetap menjadi bahaya tanpa menimbulkan dampak atau berkembang menjadi kecelakaan apabila terdapat kontak (exposure) dengan manusia.
DIS/ISO 45001 mendefinisikan bahaya sebagai “sumber atau situasi yang berpotensi untuk menyebabkan cedera dan sakit” (klausul 3.19).
Hazard dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya (dalam konteks marine hazard) menjadi :
- Faktor Alam merupakan potensi bahaya yang disebabkan oleh alam. Penyebab-penyebab yang termasuk kedalam faktor alam ini yaitu tektonik, gravitasi (kemiringan lereng), dinamika perairan, serta erosi dan akumulasi.
- Faktor manusia merupakan potensi bahaya yang disebabkan oleh aktifitas manusia
Berbagai hazard yang berkaitan dengan kondisi geologi dikenal dengan istilah geological hazard atau geohazard. Salah satu contoh geohazard adalah longsor bawah laut.
Longsor Bawah Laut
Longsor bawah laut dapat didefinisikan sebagai segala bentuk pergerakkan menurun material penyusun lereng ke arah bawah menuju landas kontinen (shelf). James Jonathan Hance, B.S. (2003) melakukan Analisa terhadap 534 kejadian longsor bawah laut kemudian menyimpulkan terdapat 14 mekanisme pemicu terjadinya longsor bawah laut. Pada database tersebut sebanyak 366 kejadian dilaporkan pemicunya dan sisanya (168 kejadian) tidak diketahui. Distribusi kejadiannya ditunjukkan pada grafik berikut.
Sebanyak 225 kejadian (40 %) longsor dipicu oleh gempabumi dan aktifitas sesar, 25% disebabkan proses akumulasi sedimen yang berlangsung cepat, 11% berkaitan dengan gas dan dissosiasi gas hidrat, 9% proses erosi, dan sisanya disebabkan oleh pemicu lain.
Hanya 399 dari 534 kejadian pada database memiliki informasi besar kemiringan lerengnya, dan data besar sudut kemiringan lereng tersebut diplot pada gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa sudut kemiringan lereng dengan kejadian terbanyak adalah antara 3 – 4 derajat, sudut yang cenderung landai.
Pada diagram frekuensi kumulatif tampak bahwa 80% dari 399 kejadian memiliki sudut kemiringan kurang dari 10 derajat. Kejadian yang terjadi pada sudut kemiringan lereng yang landai tidak disebabkan oleh faktor gravitasi saja terdapat mekanisme lain yang berlangsung secara bersamaan. Namun demikian tidak menghilangkan fakta bahwa longsor bawah laut dapat terjadi pada sudut kemiringan yang cenderung landai.
Kasus – Kasus Longsor Bawah Laut
Beberapa kasus yang terjadi longsor bawah laut dapat menimbulkan hazard jenis lain dan mengakibatkan kerugian. Berikut beberapa contoh kasusnya:
- Flores (Desember 1992)
Gempa Flores 1992 merupakan gempa yang terjadi pada 12 Desember 1992 dengan magnitude gempa 7,5 Ms. Gambar 6 merupakan tebing (scarp) yang ditinggal akibat peristiwa slumping di pantai Leworahang dengan ketinggian diperkirakan mencapai 8 meter diperkirakan berdasarkan pohon kelapa yang tenggelam (Yeh, 1993). Kejadian ini merupakan salah satu contoh kasus longsor yang disebabkan oleh gempabumi.
Bentang alam yang khas dari longsoran bawah laut di dekat Leworahang:
- Palu 2 (September 2018)
Kejadian tsunami di Palu pada tahun 2018 merupakan kombinasi antara tektonik dan juga longsor bawah laut (Liu, 2020).
- Anak Krakatau (Desember 2018)
Tsunami yang terjadi di Banten pada tahun 2018 dihasilkan dari proses collapsenya bagian sisi baratdaya Gunung Anak Krakatau (Ye et al, 2020).
- Maluku (Juni 2018)
Tsunami di Maluku Tengah pada Juni 2021, menurut BMKG ketinggian tsunami mencapai ketinggian 50 cm sebagai akibat adanya gempa berkekuatan 6,1 magnitudo (M) karena adanya aktivitas sesar aktif yang berasosiasi dengan Zona Sesar Kawa dan diduga kuat berakibat terjadinya longsoran bawah laut. Hal inilah yang akhirnya mengakibatkan tsunami.
Teknologi untuk Identifikasi Geohazard
Aktifitas longsoran terbaru akan meninggalkan bekas pada dasar laut. Maka dengan demikian investigasi morfologi dasar laut menggunakan sistem multibeam bathymetry dan side-scan sonar – merupakan salah satu aspek paling penting untuk melakukan evaluasi bahaya longsor bawah laut.
Metode Geofisika merupakan salah satu hal krusial untuk memperoleh informasi secara regional ataupun lokal terkait dengan proses sedimentasi yang terjadi, hingga terjadi longsor. Informasi mengenai stratigrafi area longsor diperoleh dengan cara survey Sub Bottom Profiler.
Referensi
Bryn P, Berg K, Forsberg C F, Solheim A, Kvalstad T J (2005). Explaining the Storegga Slide. Marine and Petroleum Geology, 22(1–2): 11–19.
Chaytor, Jason D., Wayne E. Baldwin, Samuel J. Bentley, Melanie Damour, Douglas Jones, Jillian Maloney, Michael D. Miner, Jeff Obelcz, Kehui Xu. (2020). “Short- and long-term movement of mudflows of the Mississippi River Delta Front and their known and potential impacts on oil and gas infrastructure”, Subaqueous Mass Movements and their Consequences: Advances in Process Understanding, Monitoring and Hazard Assessments, A. Georgiopoulou, L. A. Amy, S. Benetti, J. D. Chaytor, M. A. Clare, D. Gamboa, P. D. W. Haughton, J. Moernaut, J. J. Mountjoy
Hance, B.S., (2003). Development of a Database and Assessment of Seafloor Slope Stability Based on Published
Literature (M.S. thesis). The University of Texas, Austin.
Liu, P.LF., Higuera, P., Husrin, S. et al. Coastal landslides in Palu Bay during 2018 Sulawesi earthquake and tsunami. Landslides 17, 2085–2098 (2020). https://doi.org/10.1007/s10346-020-01417-3
L. Ye, H. Kanamori, L. Rivera, T. Lay, Y. Zhou, D. Sianipar, K. Satake, The 22 December 2018 tsunami from flank collapse of Anak Krakatau volcano during eruption. Sci. Adv. 6, eaaz1377 (2020).
Tripsanas, Efthymios & Bryant, William & Phaneuf, Brett. (2004). Slope-instability processes caused by salt movements in a complex deep-water environment, Bryant Canyon area, northwest Gulf of Mexico. Aapg Bulletin – AAPG BULL. 88. 801-823. 10.1306/01260403106.
Yeh H, Imamura F, Synolakis C, Tsuji Y, Liu P, Shi S (1993). The Flores Island Tsunami. Eos, Transactions, American Geophysical Union, 74(33): 369–373.
https://isoindonesiacenter.com/pengertian-hazard-risk-dalam-disiso-45001/